18.10.11

Meraih Kebahagiaan


Tidak ada orang yang ingin hidup tidak bahagia, semua orang ingin bahagia. Namun hanya sedikit yang mengerti arti bahagia yang sesungguhnya.

Hidup bahagia merupakan idaman setiap orang bahkan menjadi simbol keberhasilan sebuah kehidupan. Tidak sedikit manusia yang mengorbankan segala-gala untuk meraihnya. Menggantungkan cita-cita menjulang setinggi langit dengan puncak tujuan tersebut adalah bagaimana hidup bahagia.
Hidup bahagia merupakan cita-cita tertinggi setiap orang baik yang mukmin atau yang kafir kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Apabila kebahagian itu terletak pada harta benda yang bertumpuk-tumpuk maka mereka telah mengorbankan segala-gala untuk meraihnya. Akan tetapi tidak dia dapati dan sia-sia pengorbanannya. Apabila kebahagian itu terletak pada ketinggian pangkat dan jabatan maka mereka telah siap mengorbankan apa saja yang dituntut begitu juga teryata mereka tidak mendapatkannya. Apabila kebahagian itu terletak pada ketenaran nama maka mereka telah berusaha untuk meraih dengan apapun juga dan mereka tidak dapati. Demikianlah gambaran cita-cita hidup ingin kebahagiaan.

Apakah tercela orang-orang yang menginginkan demikian? Apakah salah bila seseorang bercita-cita untuk bahagia dalam hidup? Lalu apakah hakikat hidup bahagia itu?

Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan jawaban agar tiap orang tidak putus asa ketika dia berusaha menjalani pengorbanan hidup tersebut.

Allah berfirman:
“Barang siapa yang melakukan amal shaleh dari kalangan laki-laki dan perempuan dan dia dalam keadaan beriman maka Kami akan memberikan kehidupan yang baik dan membalas mereka dengan ganjaran pahala yang lebih baik dikarenakan apa yang telah di lakukannya.”

As-Sa’dy dalam Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah halaman 9 mengatakan: “Allah memberitahukan dan menjanjikan kepada siapa saja yang menghimpun antara iman dan amal shaleh yaitu dengan kehidupan yang bahagia dalam negeri dunia ini dan membalas dengan pahala di dunia dan akhirat.”

Dari kedua dalil ini kita bisa menyimpulkan bahwa kebahagian hidup itu terletak pada dua perkara yang sangat mendasar yaitu kebagusan jiwa yang di landasi oleh iman yang benar dan kebagusan amal seseorang yang dilandasi oleh ikhlas dan sesuai dengan sunnah Rasulullah Shalallah ‘Alahi Wasallam

Rasulullah Shalallah ‘Alahi Wasallam bersabda:
Dan tidaklah seseorang di berikan satu pemberian lebih baik dan lebih luas dari pada kesabaran.”
Kesabaran itu adalah Cahaya. Umar bin Khatthab Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Kami menemukan kebahagian hidup bersama kesabaran.”

As-Sa’dy rahilahullah mengatakan: “Rasulullah memberitakan bahwa seorang yang beriman kepada Allah berlipat-lipat ganjaran kebaikan dan buah dalam tiap keadaan yang dilalui baik itu senang atau duka. Dari itu kamu menemukan bila dua orang ditimpa oleh dua hal tersebut kamu akan mendapatkan perbedaan yang jauh pada dua orang tersebut yang demikian itu disebabkan karena perbedaan tingkat kimanan yang ada pada mereka berdua.” Lihat Kitab Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah halaman 12

Dalam meraih kebahagiaan dalam hidup manusia terbagi menjadi tiga golongan:

Pertama orang yang mengetahui jalan tersebut dan dia berusaha untuk menempuh walaupun harus menghadapi resiko yang sangat dahsyat. Dia mengorbankan segala apa yang diminta oleh perjuangan tersebut walaupun harus mengorbankan nyawa. Dia mempertahankan diri dalam amukan badai kehidupan dan berusaha menggandeng tangan keluarga untuk bersama-sama dalam menyelamatkan diri. Yang menjadi syi’ar adalah firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.”

Karena perjuangan yang gigih tersebut Allah mencatat mereka termasuk kedalam barisan orang-orang yang tidak merugi dalam hidup dan selalu mendapat kemenangan di dunia dan di akhirat sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat Al- ‘Ashr 1-3 dan surat Al-Mujadalah 22. Mereka itulah orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan merekalah pemilik kehidupan yang hakiki

Kedua orang yang mengetahui jalan kebahagian yang hakiki tersebut namun dikarenakan kelemahan iman yang ada pada diri menyebabkan dia menempuh jalan yang lain dengan cara menghinakan diri di hadapan hawa nafsu. Mendapatkan kegagalan demi kegagalan ketika bertarung melawannya. Mereka adalah orang-orang yang lebih memilih kebahagian yang semu daripada harus meraih kebahagian yang hakiki di dunia dan di Akhirat kelak. Menanggalkan baju ketakwaan mahkota keyakinan dan menggugurkan ilmu yang ada pada dirinya. Mereka adalah barisan orang-orang yang lemah imannya.

Ketiga orang yang sama sekali tidak mengetahui jalan kebahagiaan tersebut sehingga harus berjalan di atas duri-duri yang tajam dan menyangka kalau yang demikian itu merupakan kebahagian yang hakiki. Mereka siap melelang agama dengan kehidupan dunia yang fana’ dan siap terjun ke dalam kubangan api yang sangat dahsyat. Orang yang seperti inilah yang dimaksud oleh Allah dalm surat Al-‘Ashr ayat 2 yaitu “orang-orang yang pasti merugi” dan yang disebutkan oleh Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 19 yaitu “Partai syaithon yang pasti akan merugi dan gagal.” Dan mereka itulah yang dimaksud oleh Rasulullah dalam sabda beliau:
“Di pagi hari seseorang menjadi mukmin dan di sore hari menjadi kafir dan di sore hari mukmin maka di pagi hari dia kafir dan dia melelang agama dengan harga dunia.”

Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dalam hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alahi Wasallam di antara adalah kebahagian hidup dan kemuliaan ada bersama keteguhan berpegang dengan agama dan bersegera mewujudkan dalam bentuk amal shaleh dan tidak boleh seseorang untuk menunda amal yang pada akhir dia terjatuh dalam perangkap syaithan yaitu merasa aman dari balasan tipu daya Allah Subhanahu Wata’ala. Hidup harus bertarung dengan fitnah sehingga dengan ada yang harus menemukan kegagalan diri dan terjatuh pada kehinaan di mata Alllah dan di mata makhluk-Nya. Wallahu ‘Alam . (Ustadz Abdurrahman Lombok)

Sumber: www.asysyariah.com

No comments:

Post a Comment

 

©2013 the healing | by eppoh